Dalam sebuah seminar, Sakti Makki pernah bertanya, "Below the Line? Above the Line? Dimana "line"-nya?" Pertanyaan ini jelas membuat saya ikut sadar, bahwa BTL & ATL sekarang sudah 'tidak pantas' lagi digunakan dalam dunia periklanan dan marketing. Apa sih "line" itu sebenarnya? Dalam artikel Amalia E. Maulana, seorang Brand Consultant, dijelaskan sebagai berikut:
Sebenarnya istilah LINE (yang berarti garis) dalam ATL dan BTL itu berawal dari kategorisasi dalam neraca keuangan. Kategori pertama berlaku bagi kegiatan pemasaran yang kena komisi biro iklan. Ini dimasukkan dalam ‘cost of sales’ dan dikurangi sebelum ditentukan gross profit. Kategori kedua untuk kegiatan pemasaran non iklan yang tidak kena komisi. Biayanya dimasukkan dalam biaya operasional dan dikurangi sebelum ditentukan net profit.Atau dapat kutipan lain dari MarketingProfs, BTL & ATL ini semacam istilah aja yang bikin gampang proses pengelolaan budget...
The "history" said that for the first time someone from P&G used the topis "above-the-line", "below-the-line". In fact, it was during a meeting, trying to explain to his audience how the budget will be split. An easier explanation may be - ATL is when you know is advertising and you may calculate, at rate costs, the allocated budget. BTL is when the brand is in contact with the consumer, you may assume it is about advertising, but you don't know for sure, and, most important, it is directly related on your negotiation skills - here are not so many rate costs to follow...Nah, jadi sudah saatnya tidak lagi membawa-bawa konsep BTL & ATL, karena sudah out of date, lagipula pembagiannya bukan atas sudut pandang media, tapi sudut pandang finance! Kalau Through the Line, (TTL) gimana? Nah kalau ini konsep baru. Baca aja penjelasan Amalia di websitenya, ya...