Andrian Dektisa Hagijanto, Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain - Universitas Kristen Petra pernah menulis tentang tren Retro, dalam sebuah jurnal berjudul RETRO SEBAGAI WACANA DALAM DESAIN KOMUNIKASI VISUAL.
Jurnal ini menyoroti tentang gaya retro atau pengulangan, yang definisinya sebagai bagian dari masa lalu maupun sebagai gejolak kreatif dan katarsis di era pasca modernitas. Retro sendiri juga dipandang sebagai media bagi apresiasi, penghargaan, sindiran, dan lelucon teks dalam diskursus postmodern. Sesuai judulnya, tentu persoalan Retro ini dikaitkan dengan wacana dalam Desain Komunikasi Visual.
Kata ‘retro’ merupakan kependekan dari kata retrospektif, yang artinya kembali ke masa lalu. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Retrospektif menyiratkan suatu pergerakan ke arah masa lalu sebagai pergantian suatu kemajuan ke arah masa depan. Menurut Longman Dictionary Of Contemporary English, pengertian ‘retro’ adalah deliberately using styles of fashion or design from the recent past. Pengertian ini ada hubungannya dengan definisi retrospective yakni 1). concerned with or thinking about the past; dan 2). a show of the work of an artist, that includes all the kinds of work they have done.
Kata retro itu sendiri pertama kali dikemukakan seorang ahli teori, Jean Baudrillard dalam bukunya Simulacra and Simulation, yang berarti "kembali pada masa lalu, periode masa lalu yang menjadi gagasan yang besar memandu ke era ‘modern’.
Dalam berbagai perupaan komunikasi visual di Indonesia, muncul beragam gaya seni/desain, gaya visualisasi, dan aplikasi kreatifitas visual yang mengingatkan pada fenomena masa lalu seperti psychedelic, punk, dada, art nouveau, art and craft, art deco, indische mooi, bauhaus, new wave, dan lain-lain. Aplikasi tersebut dapat dilihat pada tata letak/layout, gaya visual, metode/teknik visualisasi, unsur-unsur desain seperti jenis tipografi, warna, susunan hirarki visual, ataupun makna pesan-pesan itu sendiri. Aplikasinyapun tampak dalam berbagai media, seperti sampul kaset, poster, iklan media cetak, dan iklan televisi.
Esensi retro sebagai wacana reaksi tampak pada gerakan Art & Craft yang timbul karena kritik terhadap industri modern yang mengubah desain kriya menjadi apa yang disebut International Style. International Style sendiri dipandang sebagai sesuatu yang bersifat massal, dan tidak berjiwa. Art & Craft sebagai gerakan oleh seniman-seniman alumni Bauhaus pada 1950-an adalah retro yang menciptakan kembali ‘roh’ dan merekonstruksi makna alamiah pada desain kriya. Retro dalam Gerakan Art & Craft justru ‘menyelamatkan esensi, dan makna desain’ menjadi lebih berjiwa, dan eksklusif, karena subjektivitas kreator kembali diakomodir dalam desain yang diciptakan.
Retro menjadi wacana mencari kembali makna (meaning) untuk meredefinisi semangat dalam menciptakan karya desain. Definisi ini mencerminkan ambiguitas pemaknaan era ‘setelah modern’, apakah menjadi bentuk baru ataukah kembali ke wacana lama, mengingat pada era pasca modern timbul suatu pemikiran yang merujuk kembali era klasik yang tampak pada gerakan mencari kembali makna agung, ruh, atau konsep pada karya desain yang merujuk pada seni masterpiece.
Retro sebagai gugatan pada modernitas dengan mencari kembali makna atas eksklusivitas desain, penghargaan setinggi-tingginya atas talenta seniman/desainer, dan semangat kembali ke alam yang seolah-olah mengkritisi modernitas dengan pemaknaan kembali sesuai dengan wacana berfikir era form-follow-meaning. Retro pada hakikatnya mengambil bagian dari masa lalu dan menjadi bagian dari pastiche, kitsch, parodi, dan camp hanya makna konseptual dan ekspresinya saja yang berbeda.
Retro dalam makna pastiche adalah mengimitasi satu bentuk gaya atau objek untuk tujuan kesenangan, melalui permainan bebas tanda, dan merayakan tanda ketimbang makna. Pada kitsch, ‘bahan baku’ konsumen –yang diambil dari masa lalu- direproduksi menjadi ikonik seni. Kitsch mengimitasi satu bentuk gaya atau objek untuk tujuan dan fungsi palsu. Dalam aplikasi retro sebagai parodi, parodi mengekspresikan perasaan tidak puas, tidak senang, dan tidak nyaman dengan menghadirkan oposisi/kontras terhadap teks, karya atau gaya satu dengan lainnya. Situasional kontras dan oposisi sengaja dipilih dengan seleksi terhadap teks, karya, atau gaya masa lalu.
Sedangkan camp adalah pemujaan terhadap masa lalu, meskipun masa lalu bukanlah satu-satunya inspirasi. Hubungannya dengan masa lalu hanya bersifat sentimentil. Camp adalah satu model ‘fenomena estetisme’, di mana estetik bukan dalam pengertian keindahan atau keharmonisan, melainkan dalam pengertian kesemuan dan ‘penggayaan’ yang dicirikan oleh upaya-upaya melakukan sesuatu yang luar biasa, berlebihan, glamour, dan menjanjikan kesemuan sebagai model estetika.
Selengkapnya, silakan unduh dokumen jurnal-nya dari blog http://dgi-indonesia.com [.pdf]
*Tentang koleksi tutorial atau retro artwork, lihat di sini: tollieschmidt.com dan di sini: psd.fanextra.com
Jurnal ini menyoroti tentang gaya retro atau pengulangan, yang definisinya sebagai bagian dari masa lalu maupun sebagai gejolak kreatif dan katarsis di era pasca modernitas. Retro sendiri juga dipandang sebagai media bagi apresiasi, penghargaan, sindiran, dan lelucon teks dalam diskursus postmodern. Sesuai judulnya, tentu persoalan Retro ini dikaitkan dengan wacana dalam Desain Komunikasi Visual.
Kata ‘retro’ merupakan kependekan dari kata retrospektif, yang artinya kembali ke masa lalu. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Retrospektif menyiratkan suatu pergerakan ke arah masa lalu sebagai pergantian suatu kemajuan ke arah masa depan. Menurut Longman Dictionary Of Contemporary English, pengertian ‘retro’ adalah deliberately using styles of fashion or design from the recent past. Pengertian ini ada hubungannya dengan definisi retrospective yakni 1). concerned with or thinking about the past; dan 2). a show of the work of an artist, that includes all the kinds of work they have done.
Kata retro itu sendiri pertama kali dikemukakan seorang ahli teori, Jean Baudrillard dalam bukunya Simulacra and Simulation, yang berarti "kembali pada masa lalu, periode masa lalu yang menjadi gagasan yang besar memandu ke era ‘modern’.
Dalam berbagai perupaan komunikasi visual di Indonesia, muncul beragam gaya seni/desain, gaya visualisasi, dan aplikasi kreatifitas visual yang mengingatkan pada fenomena masa lalu seperti psychedelic, punk, dada, art nouveau, art and craft, art deco, indische mooi, bauhaus, new wave, dan lain-lain. Aplikasi tersebut dapat dilihat pada tata letak/layout, gaya visual, metode/teknik visualisasi, unsur-unsur desain seperti jenis tipografi, warna, susunan hirarki visual, ataupun makna pesan-pesan itu sendiri. Aplikasinyapun tampak dalam berbagai media, seperti sampul kaset, poster, iklan media cetak, dan iklan televisi.
Esensi retro sebagai wacana reaksi tampak pada gerakan Art & Craft yang timbul karena kritik terhadap industri modern yang mengubah desain kriya menjadi apa yang disebut International Style. International Style sendiri dipandang sebagai sesuatu yang bersifat massal, dan tidak berjiwa. Art & Craft sebagai gerakan oleh seniman-seniman alumni Bauhaus pada 1950-an adalah retro yang menciptakan kembali ‘roh’ dan merekonstruksi makna alamiah pada desain kriya. Retro dalam Gerakan Art & Craft justru ‘menyelamatkan esensi, dan makna desain’ menjadi lebih berjiwa, dan eksklusif, karena subjektivitas kreator kembali diakomodir dalam desain yang diciptakan.
Retro menjadi wacana mencari kembali makna (meaning) untuk meredefinisi semangat dalam menciptakan karya desain. Definisi ini mencerminkan ambiguitas pemaknaan era ‘setelah modern’, apakah menjadi bentuk baru ataukah kembali ke wacana lama, mengingat pada era pasca modern timbul suatu pemikiran yang merujuk kembali era klasik yang tampak pada gerakan mencari kembali makna agung, ruh, atau konsep pada karya desain yang merujuk pada seni masterpiece.
Retro sebagai gugatan pada modernitas dengan mencari kembali makna atas eksklusivitas desain, penghargaan setinggi-tingginya atas talenta seniman/desainer, dan semangat kembali ke alam yang seolah-olah mengkritisi modernitas dengan pemaknaan kembali sesuai dengan wacana berfikir era form-follow-meaning. Retro pada hakikatnya mengambil bagian dari masa lalu dan menjadi bagian dari pastiche, kitsch, parodi, dan camp hanya makna konseptual dan ekspresinya saja yang berbeda.
pvmgarage.com |
Sedangkan camp adalah pemujaan terhadap masa lalu, meskipun masa lalu bukanlah satu-satunya inspirasi. Hubungannya dengan masa lalu hanya bersifat sentimentil. Camp adalah satu model ‘fenomena estetisme’, di mana estetik bukan dalam pengertian keindahan atau keharmonisan, melainkan dalam pengertian kesemuan dan ‘penggayaan’ yang dicirikan oleh upaya-upaya melakukan sesuatu yang luar biasa, berlebihan, glamour, dan menjanjikan kesemuan sebagai model estetika.
Selengkapnya, silakan unduh dokumen jurnal-nya dari blog http://dgi-indonesia.com [.pdf]
*Tentang koleksi tutorial atau retro artwork, lihat di sini: tollieschmidt.com dan di sini: psd.fanextra.com