DKV UNPAS Bandung: Inspirasi di Dinding

Arakanlebah, Komunitas DKV UNPAS Bandung

Inspirasi di Dinding

at 5/28/2010 View Comments

Sejak jaman saya kuliah, gambar-gambar "nakal" di sepanjang dinding kampus adalah hal biasa. Kenakalan ini tetapi terkadang mengundang senyum juga, memberi suasana yang lain. Tapi tentu saja ini bukan perbuatan yang disarankan, karena sifat vandalisme-nya bikin senewan pejabat di kampus.

Di balik kenakalan seperti ini, sebenarnya ada kreatifitas. Sayang sekali kalau kreatifitas semacam ini harus berujung di ruang sidang kedisiplinan, atau cuma sekedar mengotori dinding-dinding kampus. Selain persoalan kreatifitas, juga ada aspirasi yang tampaknya ingin dimunculkan. Pemilihan simbol-simbol yang tidak lazim, jelas menunjukkan keinginan kreatornya untuk mendapatkan perhatian. Maunya sih membuat kontroversi, karena kontroversi selalu menjadi buah bibir. Dan setiap kali menjadi buah bibir, lalu kreatornya akan menjadi bangga.

Persoalan eksistensi juga bisa melatarbelakangi kreatifitas seperti ini. Biasanya, simbol-simbol yang mereka pilih, adalah representasi cara berpikirnya. Ketika seseorang merepresentasikan dirinya sebagai monyet, maka dipilihlah gambar monyet. Atau ingin menggambarkan sebuah situasi, orang tertentu yang menjadi sasaran pesan tersembunyi di balik simbol-simbol tersebut. Eksistensi isu yang ingin disampaikan, atau personal yang dituju, menjadi inspirasi terhadap lahirnya simbok-simbol di dinding seperti ini.

Tapi bisa saja, gambar-gambar itu tidak bermakna apa-apa. Pokoknya ya mau nggambar itu, maka digambarlah. Ini tipe-tipe iseng kelewat batas yang butuh penyaluran. Energinya kelewat besar, tapi terlalu takut untuk tampil secara formal, misalnya dalam bentuk pameran karya. Berbagai pembenaran bisa diajukan, antara lain yang paling mudah adalah kemalasan dalam berurusan dengan tetek bengek pengorganisasian pameran.

Tanggapan terhadap perilaku vandalisme ini tentu juga beragam. Ada yang melihatnya sebagai "kejahatan" kampus, tapi ada juga yang menganggapnya sebagai perilaku bawaan SD-SMA yang belum hilang. Ya, perilaku anak-anak menggambar di sembarang tempat, adalah ekspresi ketidaktahuan mereka tentang mana yang buruk dan mana yang benar. Bahkan di masa remaja, ada kecenderungan menantang norma-norma positif, hanya untuk menunjukkan dirinya sebagai entitas yang eksis. Bisa dimaklumi, karena ini adalah masanya mencari jati diri.

Bentuk lain yang unik, yang sering kita temui di WC-WC sekolahan adalah tulisan seperti ini: "Jangan Corat-coret di Tembok". Tapi lalu di bawahnya, muncul tulisan baru, "Iya, saya juga tahu." Lalu bersambung lagi di bawahnya, "Yeee! Udah tahu dilarang corat-coret!" Dan seterusnya. Tulisan-tulisan semacam ini selalu mengundang senyum, karena biasanya terletak di dinding bagian samping tempat buang hajat. Artinya, kemungkinan besar para pencoret melakukan aksinya sambil menikmati ritual buang hajatnya. Ritual buang hajat memang melahirkan banyak kreativitas, ternyata.


Tentu saja akan lebih baik kalau energi besar yang mereka miliki, dituangkan dalam kompetisi karya seperti pameran karya. Pameran karya tidak perlu menjadi obyek keluhan tentang tetek bengek urusan administratif yang menyebalkan, karena urusan seperti itu adalah hal nyata yang akan dihadapi. Lari dari urusan sepele semacam itu, adalah bentuk kepengecutan untuk berkarya. "Kalau mau eksis, ya nggak perlu lebay, please", kata slogan iklan rokok itu.


Slogan itu cocok, dan benar adanya. Apresiasi terhadap karya-karya kreatif seperti ini, akan lebih menarik jika dikemas secara kreatif pula.  sehingga bisa melahirkan budaya berkarya yang kondusif untuk lahirnya para insan kreatif. Kalau masih percaya bahwa kreatifitas adalah Out of the Box, itu adalah kepercayaan yang soo yesterday. There is no box, my friend!
blog comments powered by Disqus