DKV UNPAS Bandung: Program Khas Daerah Potensi Untung Televisi Lokal

Arakanlebah, Komunitas DKV UNPAS Bandung

Program Khas Daerah Potensi Untung Televisi Lokal

at 10/27/2004 View Comments

Ada sesuatu yang menarik di kala menyimak program Pojok Kampoeng Jawa Pos Televisi (JTV). Betapa tidak, acara news yang dikemas menggunakan bahasa Jawa Timuran itu, terasa 'lucu' dan 'menggelitik' telinga pemirsa yang berasal dari luar Jawa Timur (Jatim). Namun, program ini justru menjadi ciri khas televisi lokal yang berasal dari Kota Surabaya itu.

Begitu pula dengan televisi lokal di kota lainnya, misalnya Bali TV, Banten TV, Riau TV, program yang menggunakan bahasa daerah seakan menjadi tayangan wajib, selain tayangan budaya khas daerah.

''Jika semua televisi lokal memiliki idealisme akan budaya dan pendidikan, maka televisi lokal sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah tersebut,'' kata Ketua Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) ABG Satria Naradha.

Boleh jadi penyataan Satria ini ada benarnya. Buktinya, di tengah maraknya tayangan bersifat 'global', televisi lokal atau daerah tetap diminati, bahkan ada kecenderungan terus berkembang dan tumbuh. Paling tidak saat ini sudah ada sekitar 16 stasiun televisi daerah yang mengudara.

Di sisi lain, menu kedaerahan yang disuguhkan televisi lokal itu, bukan mustahil merupakan sarana cukup efektif untuk menebar informasi. Bahkan selama ini pemerintah daerah (pemda) sangat terbantu dalam mensosialisasikan beragam programnya. Disamping media yang cukup tepat untuk mengontrol kebijakan pemda.

Dengan demikian, efek balik yang diterima stasiun televisi semacam ini berbuah keuntungan iklan. Apalagi, hasil riset yang dilakukan lembaga-lembaga survei dan riset swasta menunjukkan, belanja iklan via televisi hingga lima tahun ke depan tetap memiliki prospek cerah, terutama televisi lokal. 

Riset itu juga menyebutkan, setiap tahun terjadi pertumbuhan belanja iklan via televisi sebesar 20% hingga 30%. Kendati pada 1998 belanja iklan sempat anjlok hingga 60%. Data dari AC Nielsen mengungkapkan, pada 1998-1999 belanja iklan melalui televisi meningkat sampai 40%, 1999-2000 menjadi 23%, 2000-2001 sebesar 25%.

Artinya, peluang manis bagi stasiun televisi daerah untuk menuai rupiah terus terbuka lebar. Selain mampu membantu melestarikan tradisi daerah. Apalagi seandainya pemerintah telah sungguh-sungguh menerapkan Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Yang membatasi televisi nasional merambah daerah, maka ruang bagi televisi daerah untuk berkembang semakin maksimal.

Direktur Pemasaran dan Hubungan Masyarakat Bali TV Made Naryana melihat, televisi lokal memang berbeda dengan televisi nasional. Ditinjau dari sudut pandang apa pun, televisi lokal masih di bawah televisi yang sudah menasional. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan, televisi lokal akan dapat bersaing dengan televisi nasional, minimal untuk wilayahnya sendiri.

''Kita belum mendengar ada televisi lokal yang gulung tikar. Apalagi jika dilakukan kerja sama antartelevisi lokal yang ada di Indonesia. Televisi lokal akan lebih dapat berkembang dari sebelumnya,'' tambah Made.

Jika di daerah tersebut dapat berkembang koran daerah, maka tidak menutup kemungkinan untuk berkembangnya televisi daerah. Apalagi didukung dengan otonomi daerah.

Televisi lokal tidak mengkhususkan diri pada program-program tertentu, seperti berita atau keluarga. Namun televisi lokal lebih menjadi televisi yang bersifat umum. Dapat dinikmati oleh setiap lapisan masyarakat, tanpa ada kecuali. (CR-43/M-5)
blog comments powered by Disqus