DKV UNPAS Bandung: Bagaimana Desainer Bisa Belajar dari Steve Jobs

Arakanlebah, Komunitas DKV UNPAS Bandung



Steve Jobs, 'nabinya' para pemuja produk Apple, meninggal dunia kemarin pagi (6/10/2011) atau tanggal 5 Oktober 2011 waktu Amerika Serikat. Setelah bertahun-tahun berjuang melawan kanker pankreas yang dideritanya sejak tahun 2003, akhirnya insanely genius ini meninggal dunia di usia 56 tahun.

Steve Jobs, digelari sebagai inovator, visioner, dan masih banyak lagi. Yang menarik untuk ditengok adalah pengalamannya dalam mempelajari desain, yang menurut pengakuannya sendiri membawa Apple kepada terobosan antar muka dan rancangan produk terbaik di dunia. Terbaik bukan saja dari sisi estetika, tetapi juga fungsi.

Pikiran Jobs tentang desain, adalah tidak sekedar soal bagus, tapi bagaimana desain itu benar-benar menyelesaikan persoalan manusia sehari-hari. Ambisi dan hasratnya yang luar biasa pada desain, ditambah sifatnya yang dikenal super perfectionist, membuat Apple menjadi bukan saja perusahaan komputer yang dikagumi banyak pengguna, tetapi juga memimpin di ranah teknologi smartphone sejak diluncurkannya iPhone.

Pengakuan Steve Jobs mengenai desain, bisa disimak dari pidatonya yang legendaris di Stanford University pada tahun 2005, Stay Hungry, Stay Foolish. Dalam salah satu bagian pidatonya itu, ia mengakui bahwa karena mempelajari tentang typografi, tentang bagaimana huruf harus disusun sedemikain rupa agar mudah dibaca, kemudian jenis huruf yang ideal di layar komputer, membuatnya berhasil membuat antarmuka semua produk Apple kini paling user friendly dibanding yang lain. Bahkan ia menyebut Windows hanya menjiplak Apple.
Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan. Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. 
Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang.
Kalau melihat produk-produk Apple yang lain - iPhone salah satunya - teknologi digunakan Jobs untuk membuat orang kembali merasa manusia. Ia merancang multi touch yang mengadopsi naluri manusia dalam menggunakan jarinya. Orang dibuat seolah sedang bermain di atas pasir ketika menggunakan fitur touch screen yang diperkenalkan pertama kali lewat iPhone.

Tengok bagaimana cara menghapus, memperbesar tampilan, membuka halaman - yang kemudian tampak makin jelas di iPad dan seri Mac Book - sebenarnya adalah cara-cara lama kita ketika berinteraksi dengan buku. Jobs tidak benar-benar menemukan sesuatu yang benar-benar baru, tapi kejeniusannya menghidupkan kembali kemanusiaan dibalut teknologi canggih, itu adalah gagasan desain yang paling ideal. Ia menemukan kembali makna teknologi dengan kemanusiaan.

Desain dilahirkan dari gagasan meningkatkan taraf hidup manusia, menghargai manusia kembali setelah terhempas oleh datangnya mesin pada era revolusi industri. Desain berpikir tentang bagaimana manusia yang menggunakan produknya, dapat menyelesaikan masalah yang tidak bisa diatasi dengan tangan telanjang. Desain produk membuat produk yang ergonomis, desain komunikasi visual membuat komunikasi menjadi makin efektif.
"Design is not just what it looks like and feels like. Design is how it works."

- Steve Jobs

Bahkan ketika produk Apple dikritik karena menggunakan bahan yang tak bisa didaurulang, Steve Jobs tanpa ba bi bu mengubah material produknya menjadi aluminium, dan mengubah LED-backlit glossy yang memanfaatkan kaca. Ia menghijaukan sebagian besar produk Apple, tanpa banyak berkoar-koar sebelumnya tentang green product. Ia menerapkan bagaimana desain juga harus berpikir soal sustainable development.

Etos kerja Steve Jobs dalam hal ini bisa menjadi contoh, bagaimana desainer seharusnya bekerja. Desainer tidak bisa hanya berpikir tentang tampilan yang mewah dan modern, tetapi mengabaikan manusia sebagai subyek sekaligus obyek utamanya. Kecanggihan teknologi seharusnya membawa manusia kembali menjadi manusia melalui desain, persis seperti yang diinginkan Jobs.

Tapi Steve Jobs memang bukan dewa. Ia hanya manusia biasa, yang juga punya kelemahan, termasuk tidak akan bisa hidup selama-lamanya. Kini ia telah pergi, meninggalkan banyak sekali warisan yang patut menjadi pelajaran berharga. Karenanya, kita patut berterima kasih.

Terima kasih Steve Jobs, atas segala kelemahan dan kelebihan yang membuat kami bisa terus belajar.

*Gambar dari: apple.com | Baca juga: fastcodesign.com | artinfo.com
blog comments powered by Disqus